27/11/09

Bogorku tak seperti dulu


Sore itu, seperti biasa aku menunggu waktu dimulainya kuliah dengan menikmati sore sembari duduk dipelataran samping kampus. Pukul 16.30, masih juga belum kulihat batang hidung kawan-kawan sekelasku, padahal sekitar setengah jam lagi perkuliahan akan dimulai. Lelah menunggu, akupun tertarik memperhatikan 2 mahasiswa yang tengah duduk-duduk mengipaskan tangannya ke area wajahnya. Suhu sore itu memang sedikit berbeda. Akupun merasakan hal yang sama dengan mahasiswa-mahasiswa tersebut. Sedikit mereka bersenda gurau layaknya anak muda, tapi semakin panasnya cuaca membuat mereka mengganti topik pembicaraan mereka menjadi pembicaraan mengenai perubahan suhu yang mudah berubah. Yaa.. beberapa waktu belakangan ini, topik sekitar perubahan suhu dibogor menjadi sangat hangat. Kota yang terkenal dengan sebutan kota hujan ini, kini memiliki suhu yang amat panas. Ya.. ini dirasakan kurang lebih 3-4 tahun belakangan. Dengan seksama aku memperhatikan perbincangan mahasiswa-mahasiswa tersebut.

Mahasiswa 1: “Aduh… panas banget bogor! Padahal tadi siang baru aja ujan.”
Mahasiswa 2: “ujan ga jadi jaminan kita dapetin hawa sejuk non.”
Mahasiswa 1: “Jadi pengen mandi. Ganti baju. Biar ademan dikit gitu.”
Mahasiswa 2: “(masih dengan pendapatnya) Percuma nanti juga panas lagi”
Mahasiwa 1: “Maksudnya?” (mulai penasaran)
Mahasiswa 2: “Ya.. semua itu percuma. Aku baca dikoran suhu dibogor naek 2 derajat celcius. Jadi percuma aja kamu mandi ato berharap hujan mampu menyejukan tubuhmu. Karena kamu akan mendapatkan kesejukan saat mandi dan hujan saja, setelah itu kepanasan lagi”

“Hebat juga mahasiswa yang satu ini, masih menyempatkan membaca Koran disela-sela kesibukannya antara kuliah dan kerja” pikirku.

Mahasiswa 1: “ohh.. gitu… ko bisa gitu ya?” (mulai menggaruk-garuk kepalanya)
Mahasiswa 2: “Ya bisa donk. Pepohonan ajah mulai berkurang polulasinya dikota kita ini. Padahal kota kita terkenal dengan kesejukannya dan kerimbunan pepohonannya”.
Mahasiswa 1: “Wah.. bener sekali tuh. Pemerhati lingkungan juga ya kamu…”.

Aku semakin serius menyimak percakapan mereka.

Mahasiswa 2: “Yup.. itu kenyataannya sekarang. Padahal kota kita ini punya banyak warga dan lahan yang banyak buat menggalakkan penanaman pohon loh. Coba deh liat, mahasiswa sekarang banyak yang cuap-cuap mengatakan bahwa lingkungan adalah sahabat kita, harus kita jaga kelestariannya. Tapi justru mahasiswa yang lainnya juga yang kadang merusak sahabat kita sepanjang masa itu. Padaha kalo aja mereka lebih ngerti pentingya lingkungan dengan sesungguhnya, pasti mereka akan lebih menyayangi lingkungan kita.”

Aku tercengang dengan pernyataan mahasiswa tersebut. Lalu manggut-manggut.

Mahasiswa 1: “oh gitu ya.. aku ga merhatiin tuh. Terus gimana donk?”
Mahasiswa 2: “gampang banget! Dengan kita menanam 1 pohon ajah udah ngebantu lingkungan. 1 pohon 1 orang kan lumayan kalo warga bogor lainnya pada menanam juga. Peran pohon juga penting dalam kehidupan, karena pohon bisa memproduksi oksigen yang bisa membuat kita sehat dan pohon juga membuat lingkungan lebih teduh”.
Mahasiswa 1: “bener juga kata kamu. Anggep ajah menanam pohon itu sebagai tabungan kita buat anak, cucu, dan cicit kita kelak. Agar mereka masih bisa merasakan kesejukan dikota kita tercinta ini.”
Mahasiswa 2: “yup.. semoga ajah mereka sadar akan pentingnya lingkungan yah”.

“Waw.. perbincangan yang hebat” pikirku. Aku mendapatkan ilmu baru lagi hari ini. Bersamaan dengan berakhirnya percakapan mahasiswa-mahasiswa tadi, kawan-kawanku pun berdatangan dan aku berbagi pengetahuan tadi dengan mereka seraya berjalan menuju ruang perkuliahan. ■ Intana.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger